Halo bro, balik lagi nih ama gua kali ini gua ngasih informasi mengenai PJJ di masa pandemi. Hal tersebut merupakan hal yang menarik bagi saya karena di masa seperti ini kita masih bisa belajar pelajaran sekolah. Saya sendiri pun seorang siswa yang masih belajar di masa pandemi ini untuk masa depan.
Pandemi COVID-19 telah mengubah tatanan kehidupan masyarakat di seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Sejak wabah Coronavirus menghantam Indonesia, pemerintah memberlakukan berbagai peraturan ketat untuk mencegah penularan yang lebih meluas lagi. Salah satunya kebijakan bagi dunia pendidikan yakni pembelajaran jarak jauh. Pembelajaran jarak jauh ini merupakan kebijakan yang dikeluarkan pemerintah, khususnya Kemendikbud dan Kemenristek/BRIN, untuk mencegah penyebaran COVID-19 di sekolah dan kampus.
Pembelajaran Jarak Jauh dirancang agar siswa/mahasiswa bisa belajar secara virtual dengan memanfaatkan teknologi informasi. Biasanya siswa bertemu denga guru pada jam pembelajaran yang telah ditetapkan oleh pihak sekolah. Selain itu, siswa juga diberikan tugas secara mandiri yang harus dikumpulkan kepada guru. Tidak hanya proses pembelajaran yang dilakukan secara virtual, proses ujian pun dilakukan secara virtual. Sekolah biasanya menggunakan aplikasi pertemuan virtual seperti Zoom dan Google Meet saat proses pembelajaran. Oleh karena itu, siswa dan guru sangat memerlukan peralatan IT seperti laptop dan smartphone dalam proses pembelajaran. Tak lupa, kuota atau wifi juga diperlukan agar proses pembelajaran secara virtual bisa berjalan dengan baik.
Meskipun Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) dilaksanakan untuk mencegah penyebaran COVID-19, namun bukan berarti pembelajaran ini bebas hambatan. Kepala Badan Penelitian, Pengembangan, dan Perbukuan Kemendikbud Totok Supriyanto mengatakan bahwa pandemi virus Corona membuat hambatan belajar (Pikiran Rakyat, 9 Juli 2020). Hal ini karena semua tidak bisa belajar secara tatap muka di kelas, tapi harus belajar di rumah dengan menggunakan teknologi informasi. Padahal tidak semua guru dan siswa memiliki kemampuan yang memadai untuk melaksanakan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ). Bukan hanya persoalan kemampuan finansial dan kepemilikan alat IT, namun juga masalah kemampuan dalam mengoperasikan aplikasi-aplikasi untuk proses pembelajaran virtual. Pembelajaran jarak jauh telah memaksa dunia pendidikan beradaptasi dengan teknologi informasi serta berbagai platform digital untuk mendukung proses pembelajaran. Namun sayangnya kondisi di lapangan yang sangat beragam tentunya menjadi kendala tersendiri dalam pelaksanaan PJJ, terutama masalah sarana dan prasarana serta kualitas SDM.
Sebelum masa pandemi virus corona, kualitas guru di Indonesia masih belum merata. Di tahun 2013, dari 2,92 juta guru, baru sekitar 51% yang berpendidikan S-1 atau lebih, sedangkan sisanya belum berpendidikan S-1. Begitupun persyaratan sertifikasi hanya 2,06 juta guru atau sekitar 70,5% guru yang memenuhi syarat (Antaranews, 27 September 2013). Kemudian di tahun 2017 dari 3,9 juta guru sebanyak 25 persen masih belum memenuhi syarat kualifikasi akademik dan 52 persen guru belum memiliki sertifikat profesi. Sementara, dalam menjalankan tugasnya seorang guru harus memiliki empat kompetensi, yakni kompetensi pedagogik, profesional, kepribadian, dan sosial. Namun keempat kompetensi ini masih dinilai rendah pada guru-guru di Indonesia (Republika.co.id, 18 April 2019). Ditambah dengan adanya Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) ini sehingga para guru wajib memiliki kemampuan IT seperti menggunakan laptop dan smartphone dengan berbagai aplikasi yang diperlukan untuk proses pembelajaran. Namun masalahnya, tidak semua guru memiliki kemampuan tersebut dan mampu mempelajari hal-hal tersebut secara cepat, terutama guru-guru yang berada di wilayah terpencil, tertinggal, dan terbelakang. Lain halnya dengan guru-guru yang di wilayah perkotaan atau dosen-dosen universitas yang umumnya lebih mampu menggunakan alat-alat IT dan aplikasi-aplikasi yang mendukung pembelajaran.
Bukan hanya masalah kualitas guru yang belum merata, kemampuan siswa untuk mengikuti Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) juga menjadi salah satu hambatan dalam proses pembelajaran. Sebagian anak sulit memahami tugas dari guru karena tidak bisa berkomunikasi dengan guru secara langsung. Meskipun terdapat kelas virtual yang telah ditentukan waktunya sesuai dengan jadwal, namun ada juga guru yang lebih memilih untuk memberikan tugas karena lebih praktis. Pemberian tugas didominasi dengan pengerjaan latihan soal. Masalah Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) juga dirasakan oleh para orangtua. Orangtua merasa kesulitan mendampingi anak saat belajar di rumah. Terutama bagi orangtua yang melakukan Work From Home (WFH), mereka harus bekerja sambil menemani anaknya belajar juga. Hal ini karena tugas-tugas yang diberikan kepada siswa juga terkadang memerlukan bantuan orangtua seperti membuat video, membuat simulasi, mendokumentasikan kegiatan harian, dan lain-lain. Selain itu, orangtua juga terbebani kuota internet untuk keperluan belajar di rumah dan penyediaan fasilitas untuk PJJ seperti HP dan laptop. Belum meratanya kemampuan ekonomi untuk mendukung fasilitas dasar dalam pembelajaran daring adalah suatu kenyataan. Masih banyak pula daerah yang belum akrab dengan dunia internet karena persoalan sinyal (Pikiran Rakyat, 9 Juli 2020).
Pandemi COVID-19 ini telah memberi pelajaran bagi para guru mengenai pentingnya penggunaan teknologi komunikasi dalam proses belajar mengajar. Dalam proses Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) saat ini, suka tidak suka, guru dan siswa dipaksa untuk lebih melek terhadap teknologi dan mampu menggunakannya dalam kegiatan sekolah sehari-hari. PJJ telah memaksa dunia pendidikan beradaptasi dengan teknologi komunikasi serta berbagai platform digital untuk mendukung proses pembelajaran (Pikiran Rakyat, 9 Juli 2020). Melihat situasi dan kondisi saat ini dimana pandemi COVID-19 belum menunjukkan adanya penurunan yang signifikan, sepertinya Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) masih akan terus dilakukan hingga waktu yang belum ditentukan. Meskipun ada wacana agar siswa masuk sekolah dengan tetap menerapkan protokol kesehatan ketat dalam rangka Adaptasi Kebiasaan Baru (AKB), namun banyak pihak yang tidak setuju dengan kembalinya siswa masuk sekolah karena kondisi saat ini dianggap belum kondusif.
Menurut Mendikbud, Nadiem Makarim, hanya sekolah di zona hijau saja yang diperbolehkan menggelar kegiatan belajar-mengajar tatap muka, itu pun dengan protokol kesehatan yang ketat. Saat ini hanya sekitar 6 persen saja peserta didik yang berada di daerah zona hijau, sedangkan 94 persen lainnya tersebar di zona merah, oranye, dan kuning. Selain itu, sekolah yang akan dibuka juga bertahap. Mulai dari tingkat SMP-SMA sederajat dan disusul oleh tingkat SD-sederajat dua bulan kemudian, dan tingkat PAUD-sederajat empat bulan kemudian. Sementara itu, untuk tingkat universitas, masih akan diberlakukan belajar daring, kecuali untuk kegiatan praktik yang berkaitan dengan syarat kelulusan mahasiswa (Kumparan, 16 Juni 2020). Kemudian ada kebijakan baru juga terkait kurikulum pembelajaran dimana kurikulum pembelajaran jarak jauh disederhanakan tetapi tetap harus mencapai target pencapaian kurikulum. Lama jam belajar jarak jauh mulai tahun ajaran baru ini juga tidak lebih dari empat jam per hari. Meskipun demikian, target kurikulum harus tetap tercapai di tengah perubahan kurikulum tersebut.
Dengan situasi saat ini yang mengalami berbagai perubahan, tentunya perlu adanya beberapa upaya yang dilakukan agar dapat menyesuaikan diri dengan keadaan. Pandemi COVID-19 ini belum bisa diprediksikan kapan berakhirnya sehingga kita tidak bisa menunggu situasi kembali normal untuk mulai beraktivitas kembali. Termasuk dalam hal pembelajaran, adanya Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) dengan segala dinamikanya masih merupakan pilihan yang logis agar para siswa tetap belajar dan menghindari penyebaran virus Corona. Meskipun wacana masuk sekolah di zona hijau pun tetap ada dan akan segera dilakukan di beberapa daerah zona hijau, namun hal yang lebih penting dari semua itu adalah upaya untuk mempersiapkan guru, siswa, dan orangtua dalam menghadapi perubahan proses pembelajaran di tengah pandemi ini.
Upaya mempersiapkan guru telah dilakukan oleh Kemendikbud dengan meningkatkan kompetensi guru di bidang IT. Kemendikbud telah membuat laman daring bagi para guru untuk belajar. Data per 3 Juli 2020, laman tersebut sudah diakses 5,9 juta kali, ada 950.000 lebih pengunjung dan 1,2 juta pengguna yang mengunduh RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran). Para guru juga bisa berbagi artikel refleksi di laman tersebut. Hingga kini, telah ada 3.021 artikel yang diunggah. Selain itu, telah bergabung 560 komunitas dan telah diselenggarakan 172 aksi kolaborasi melalui Guru Berbagi. Laman Guru Berbagi ini diarahkan untuk menjadi platform berbasis crowdsourcing yakni para guru bisa saling belajar dan berkolaborasi. Selain itu, upaya peningkatan kompetensi juga dilakukan melalui webinar Guru Belajar yang tengah diselenggarakan selama sebulan ke depan. Ada dua topik per hari, mulai dari tingkat SD hingga SMA/SMK serta SLB dalam webinar tersebut selama sebulan kedepan (Kompas, 8 Juli 2020).
Menurut Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan pada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Iwan Syahril, Kemendikbud tetap berkomitmen meningkatkan kompetensi guru dalam memanfaatkan teknologi pembelajaran. Dan upaya untuk meningkatkan kompetensi guru ini akan terus dilakukan secara simultan. Namun masih ada persoalan tingkat kecemasan guru yang tinggi dalam menggunakan teknologi pembelajaran. Hal ini tidak dapat dipungkiri karena tidak semua guru terbiasa menggunakan teknologi dalam proses pembelajaran. Tetapi dengan kondisi saat ini, para guru wajib dipersiapkan untuk menghadapi perubahan metode pembelajaran dan kurikulum pembelajaran. Selain itu, pemerintah juga perlu memperhatikan sarana dan prasarana yang dibutuhkan dalam pembelajaran, mengingat tidak meratanya kondisi geografis serta keadaan sosial ekonomi di Indonesia. Ada sekolah yang masih tidak terjangkau internet atau jaringan internetnya tidak stabil. Dalam kondisi demikian, tidak mungkin memakai internet seperti di kota-kota besar. Apalagi menggunakan aplikasi-aplikasi pendukung PJJ seperti Google Meet dan Zoom (Pikiran Rakyat, 9 Juli 2020). Oleh karena itu, pemerintah juga perlu menyediakan atau memberikan bantuan kepada guru/sekolah terkait penyediaan sarana prasarana tersebut.
Kemudian bagi para orangtua dan siswa, sebenarnya Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) di tengah pandemi COVID-19 ini bisa dimanfaatkan untuk merekatkan kembali hubungan antara orangtua dan anak. Para orangtua sebaiknya memberikan pendidikan nonformal juga bagi anak seperti pendidikan agama dan karakter yang tidak diajarkan di sekolah terutama saat PJJ ini. Peran orangtua memang bisa diminimalisir namun tetap tidak bisa dihilangkan karena saat PJJ seperti ini, justru orangtua yang lebih banyak berinteraksi dengan anak. Namun memang perlu adanya penyesuaian waktu dan kegiatan bagi orangtua sehingga pekerjaan kantor/pekerjaan rumah tetap bisa dilakukan sambil membantu anak mengikuti proses pembelajaran. Jadi, perlu adanya kerjasama antara sekolah, guru, dan orangtua untuk merancang dan mempersiapkan pembelajaran terbaik bagi anak. Sehingga tidak ada alasan penurunan kualitas proses pembelajaran maupun kualitas output pembelajaran meskipun dilakukan di tengah keterbatasan saat ini.
Ditulis oleh : Syadza Alifa
Calon Widyaiswara BBPPKS Bandung
Daftar Referensi :
Antaranews. (2013). Kemdikbud Akui Kualitas Guru Masih Rendah. Diakses dari https://www.antaranews.com/berita/397722/kemdikbud-akui-kualitas-guru-masih-rendah.
Kumparan.com. (2020). Persiapan Pembelajaran Era New Normal. Diakses dari https://kumparan.com/kumparannews/persiapan-pembelajaran-era-new-normal-1tcVKcbeIB8/full.
Pikiran Rakyat. (2020). Belajar Jarak Jauh Guru Harus Tingkatkan Kompetensi. Diterbitkan tanggal 8 Juli 2020.
Republika.co.id. (2019). Rendahnya Kompetensi Guru Jadi Masalah Pendidikan Indonesia. Diakses dari https://republika.co.id/berita/pq53k5368/rendahnya-kompetensi-guru-jadi-masalah-pendidikan-indonesia
SUMBER : https://puspensos.kemsos.go.id/dinamika-pembelajaran-jarak-jauh-di-era-pandemi-covid-19